Selasa, 01 Juli 2008

"Minyak Gendruwo" buatan ITS Lebih Hemat dari Minyak Tanah

SURABAYA, KAMIS* - Kontroversi banyugeni sedikit demisedikit menguap.Belum juga berakhir kini muncul bahan bakar "minyakgendruwo" yang diklaimjauh lebih hemat daripada minyak tanah. Namun, kali initidak ada rahasia-rahasiaan sebab bahan bakar alternatif tersebutsudah siap dipasarkan berikut kompor pembakarnya.Bahan bakar alternatif ini dibuat para peneliti di InstitutTeknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Bisa disebut "minyakgendruwo" karena bahan bakar tersebut memang dibuat dari singkong gendruwo,jenis singkong yang umbinya berukuran cukup besar. Para penelitinya sendirimenyebut minyak tanah BE-40.Secara fisik tak ada yang istimewa dengan bahan bakar tersebut. Padadasarnya, BE-40 adalah cairan bio-ethanol biasa. Namun, terobosan yangdiperkenalkan ITS adalah pemilihan bahan baku yang murahserta proses pembuatannya yang mudah."Bio-ethanol itu sangat hemat, karena satu liter minyak bio-ethanol setaradengan sembilan liter minyak tanah biasa", kata peneliti bio-ethanol,Ir Sri Nurhatika MP di Surabaya, Kamis (26/6). Didampingi PembantuRektor (PR) IV ITS Surabaya, Prof Ir Eko Budi Djatmiko, ia mengatakan,harga satu liter bio-ethanol Rp10.000, sedangkan sembilan liter minyak tanahberkisar Rp27.000 dengan asumsi harga Rp3.000 per liter.Tidak hanya itu, bio-ethanol juga dapat dibuat sendiri oleh masyarakat,karena bahan pembuatan ethanol dapat ditemukan di pasar dan carapembuatannya pun mudah. Menurut dia, ethanol sebenarnya dapat dibuat daribahan yang mengandung karbohidrat, di antaranya ubi kayu,walur, kelapa sawit, tetes tebu, kacang koro, limbah tahu, limbah sampah,dan sebagainya."Bahan paling ideal adalah ubi kayu yang di Jawa dikenal dengan sebutansingkong gendruwo, karena tingkat karbohidratnya cukup tinggi. Singkonggendruwo juga mengandung pati (racun) yang tak layak dikonsumsi," katanyamenambahkan.Cara pembuatannya, kata dosen senior Biologi ITS Surabaya itu, singkonggendruwo itu ditumbuk halus, kemudian dimasak dengan panci sampai menjadibubur. Hasilnya diberi ragi untuk memicu proses fermentasi dan didiamkanselama 4-5 hari sampai keluar cairan ethanolnya dengan kadar 90 persen.Namun, kadar ethanol 90 persen itu belum cukup untuk berfungsi sepertiminyak tanah, sebab kadar ethanol yang dibutuhkan adalah 95 persen sehinggaperlu ditingkatkan."Kalau kadar ethanolnya di bawah 95 persen masih mengandung Pb (timbal),sedangkan bahan bakar harus bebas dari Pb, sebab kalau ada Pb-nya bisameledak. Untuk menaikkan kadar ethanol itu, katanya, perluditambahkan batu kapur (gamping), sehingga ethanol-nya menjadibersih dari Pb.Selain itu, kompor minyak tanah bio-ethanol juga tidak bersumbu. Dengandukungan peneliti Teknik Mesin ITS Surabaya, desain kompor khususbio-ethanol pun dikembangkan. "Hasil desain Teknik Mesin ITS itu akhirnyakami kerjasamakan dengan Koperasi Manunggal Sejahtera Yogyakarta, untukmemproduksi kompor tanpa sumbu yang harganya Rp40.000", katanya.Oleh karena itu, minyak tanah bio-ethanol tidak hanya ekonomis, tapi jugaterbukti tanpa jelaga. "Mungkin pemanasan minyak bio-ethanol yang agak lama.Misalnya, untuk memasak mie, kompor minyak tanah biasa hanya membutuhkanwaktu 10 menit, sedangkan kompor bio-ethanol 2-3 menit lebih lama", katanya.*Sumber : Antara*kompas.comhttp://mdc.orari.net